Pada akhir tahun 2009 sampai dengan pertengahan tahun 2012
saya bekerja dan tinggal di Singapura. Selama tinggal di sana saya mencoba
membandingkan antara Singapura dan Indonesia. Sebagai rakyat biasa (resident biasa
lebih tepatnya), yang menjadi perhatian saya adalah hal-hal yang terkait
langsung dengan aktifitas sehari-hari. Dimulai dari segi fasilitas umum,
infrastruktur, pelayanan publik, sampai kepada relasi antara pemerintah dan
rakyat.
Saya menilai pemerintah Singapura berhasil membuat
infrastruktur dan fasilitas umum yang sangat baik, dan juga pelayanan publik
yang sangat baik. Saya juga menilai pemerintah Singapur itu sangat kuat. Dalam
relasinya dengan rakyat, saking kuatnya, bahkan saya menilai pemerintah
Singapura cenderung otoriter, dalam arti pemerintah punya kekuatan yang sangat
besar untuk mengatur rakyatnya agar tertib dan teratur.
Dalam salah satu penerbangan Singapura-Jakarta, saya membaca
sebuah artikel yang menulis tentang bagaimana Lee Kuan Yew mengawali langkahnya
membangun Singapura. Kondisi Singapura pada tahun 1960an itu sangat jauh dari
kondisi sekarang. Kumuh, kotor, jauh dari kebersihan dan kenyamanan seperti yang
dirasakan sekarang. Apa yang dilakukan Lee Kuan Yew saat itu? Dia menyebarkan
foto-foto negara Swiss yang indah kepada rakyatnya. Itulah cara Lee Kuan Yew
menyampaikan visi kepada rakyatnya. Singapura akan dibangun dari yang kumuh,
kotor, tidak nyaman, menjadi bersih, rapi, indah, dan nyaman seperti Swiss.
Dari seorang rakyat senior Singapura yang berusia 70an
tahun, saya mendapatkan cerita bahwa pemerintah Lee Kuan Yew itu sangat tegas,
bahkan bisa dibilang kejam dalam membangun Singapura. Katanya, dulu
kampung-kampung kumuh itu tak segan dibakar supaya warganya mau direlokasi dan
wilayahnya ditertibkan. Saya tak tahu kebenaran cerita si kakek tersebut,
tetapi saya bisa membayangkan memang untuk mengatur rakyat itu butuh pemerintah
yang tegas tetapi berorientasi untuk kesejahteraan bersama.
Saya membayangkan bisakah Indonesia dibangun sehingga
menjadi seindah dan senyaman Singapura?
Dulu pada tahun 1998 saya bolak-balik Depok – Senayan selama
satu minggu, bahkan beberapa hari tidur di gedung DPR/MPR. Pada saat itu saya
lebih suka berdemonstrasi daripada mengikuti kuliah di kampus UI. Sekarang, 16
tahun kemudian, saya menyadari bahwa dari segi kesejahteraan rakyat, dari segi
kenyamanan fasilitas publik, cita-cita reformasi masih jauh panggang dari api.
Indonesia pasca reformasi seolah menjadi kehilangan arah, pemerintahannya
lemah, rakyatnya terlihat makin susah. Padahal Indonesia itu kaya. Sumberdaya
alamnya melimpah, sumberdaya manusianya juga tak kalah.
Undang-Undang Dasar 1945 memberi amanat kepada pemerintah
agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dasar negara
Pancasila juga mengamanatkan terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Kenyataan yang saya lihat, kekayaan nasional Indonesia belum
dirasakan secara maksimal oleh rakyatnya. Kondisi itulah yang membuat saya dan
beberapa teman lainnya berdiskusi berhari-hari sampai akhirnya bersepakat
melahirkan gerakan moral yang diberi nama Petisi Kedaulatan. Lebih lengkap
tentang Petisi Kedaulatan dapat dilihat di website https://web.facebook.com/PetisiKedaulatan/
Pada tanggal 9 Juli 2014 nanti rakyat Indonesia memiliki
kesempatan untuk memilih siapa yang akan memimpin negara ini lima tahun ke
depan. Rakyat Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk memilih Joko Widodo
atau Prabowo Subianto yang akan menjadi presiden Republik Indonesia periode
2014-2019. Dari 250 juta rakyat Indonesia, mungkin masih banyak kandidat
presiden yang baik dan layak memimpin negeri ini. Tetapi mekanisme pemilu yang
berjalan sampai saat ini hanya memberikan 2 pilihan, Joko Widodo atau Prabowo
Subianto.
Lantas, siapa yang lebih baik, siapa yang lebih layak
memimpin Indonesia saat ini? Joko Widodo atau Prabowo Subianto? Setelah
menilai, menimbang, mengikuti masa kampanye, melihat debat capres, dan
seterusnya, akhirnya saya memutuskan untuk saat ini, dengan kondisi Indonesia
sepert ini, Prabowo Subianto lebih layak untuk memimpin Indonesia lima tahun ke
depan.
Kenapa saya memilih Prabowo Subianto? Saya melihat yang
paling diperlukan Indonesia sekarang adalah pemimpin yang memiliki visi untuk
menegakkan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Dan saya melihat Prabowo
Subianto lebih align / sejalan dengan visi Petisi Kedaulatan. Tentu saja
sebagai gerakan moral, Petisi Kedaulatan tidak memihak salah satu capres.
Tetapi saya secara pribadi, dan sebagai salah seorang fasilitator Petisi
Kedaualatan, melihat bahwa Prabowo Subianto memiliki perhatian yang serius
terhadap kedaulatan Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan, Prabowo Subianto berbicara
tentang kebocoran potensi pendapatan yang bisa diraih dari pengelolaan kekayaan
nasional Indonesia. Prabowo Subianto mewacanakan kemungkinan renegosiasi
kontrak migas dan tambang supaya lebih banyak manfaatnya untuk rakyat
Indonesia. Prabowo Subianto juga menyoroti untuk menciptakan nilai tambah dari
SDA, yaitu mengelola sendiri, bukan menjual bahan mentah dan mengimpor hasil
olahannya.
Dari kampanyenya, Prabowo Subianto juga memiliki visi
menggunakan dana yang berhasil diselamatkan dari kebocoran untuk membangun
infrastruktur seperti tol Jakarta-Surabaya, tol lintas Sumatera, tol lintas
Kalimantan, tol lintas Sulawesi, double track jalur kereta di Sumatera, dan
infrastruktur lainnya. Jika hal ini terwujud tentu fasilitas umum berupa jalan akan
lebih nyaman seperti di Singapura dan Malaysia. Suatu hari saya menempuh perjalanan
Singapura – Kuala Lumpur melalui darat. Jarak sejauh 300 km bisa ditempuh mobil
dalam waktu 3 jam, karena jalannya mulus, 4 jalur. 300 km itu sama jaraknya
dengan jalur pantura Jakarta – Tegal yang kalau kita tempuh dengan mobil paling
cepat 7 jam dan paling lambat bisa belasan jam, apalagi saat mudik lebaran.
Saya menilai Prabowo Subianto akan mampu mencipatakan
pemerintahan yang kuat. Pemerintah yang kuat terhadap para pengusaha, sehingga
pengelolaan kekayaan nasional ini tidak diatur oleh kaum pemilik modal, tetapi
pemerintah lah yang mengatur. Pemerintah yang kuat terhadap rakyat, dalam arti
penegakan hukum agar rakyat tertib dan akhirnya tercipta kenyamanan bersama.
Kalau kekayaan nasional berhasil dikelola dengan baik
sehingga menghasilkan sumber dana yang cukup banyak untuk pembangunan, kalau
pemerintahnya kuat sehingga bisa membuat road-map Indonesia ke depan, bukan
tidak mungkin Indonesia bisa dibangun menjadi negara yang maju, negara yang bersih,
tertib, indah, aman, dan nyaman seperti Singapura. Kita berharap Prabowo
Subianto bisa menjadi seperti Lee Kuan Yew yang memilik visi, kekuatan, dan
kecakapan untuk memimpin kebangkitan Indonesia.
Bagaimana dengan calon presiden yang satu lagi? Saya tidak
mau menjelekkan Joko Widodo, karena belum tentu saya lebih baik. Saya melihat
banyak sisi baik dari Joko Widodo, tetapi untuk memimpin Indonesia saat ini, saya
menilai Prabowo Subianto lebih tepat. Dan saya berharap jika Prabowo Subianto
menjadi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo bisa digandeng untuk posisi
yang lebih tepat sesuai dengan kapasitas dan segala kebaikannya.
Mari kita dukung Prabowo Subianto untuk menjadi Presiden
Republik Indonesia. Mari kita wujudkan kedaulatan Indonesia. Mari kita utamakan
perSATUan Indonesia, jangan sampai Indonesia terkotak-kotak dan terpecah belah.
Salam Indonesia Bangkit!