Peta Itu Ada di Mana-Mana

Salah satu kemudahan hidup di Singapura adalah mudahnya mencari alamat. Tinggal buka website gothere.sg, kemudian masukkan asal perjalanan dan tujuan perjalanan. Klik! Maka peta akan muncul di layar lengkap dengan titik awal dan tujuan perjalanan, beserta garis yang menghubungkannya. Akan muncul juga perkiraan waktu perjalanan jika kita memilih salah satu dari 3 moda transportasi yang tersedia, yaitu 1)jalan kaki 2)kendaraan umum (bis dan MRT) 3)kendaraan pribadi atau taxi.

Ketika saya menggunakan iPhone (smart phone keluaran apple), kemudahan itu menjadi semakin mudah lagi karena saya bisa melakukan pencarian alamat bukan hanya saat sebelum melakukan perjalanan, tetapi bisa juga melakukan pencarian pada saat saya sedang berada di dalam perjalanan. Lebih mudah lagi, karena dengan fitur GPS (Geo Positioning System) dan kompas, iPhone bisa menunjukkan arah ke sebelah mana saya harusnya berjalan.

Pada hari Sabtu, 24 Maret 2012, ketika saya menghadir workshop menulis yang diselenggarakan oleh IMAS dan FLP Singapura, Gol A Gong yang menjadi pemateri workshop bercerita tentang pengalaman dia mencari alamat di Singapura. Ketika dia bertanya tentang alamat kepada orang-orang yang dia temuinya di Singapura,  beragam jawaban diperolehnya. Ada yang cuek dan tidak peduli, ada yang menunjukkan di mana bisa melihat peta, ada juga yang menjawab "kenapa kamu tidak membawa peta?".

Yang menarik, Gol A Gong menjawab pertanyaan tersebut, "Buat apa saya membawa peta? Peta itu ada di mana-mana". Lantas si penanya yang orang bule itu penasaran, "Maksud kamu?". Gol A Gong menambahkan "Saya bisa bertanya kepada siapa saja yang saya temui di jalan". Si bule pun terkagum-kagum mendengarnya.

Hmm, saya juga terkagum-kagum saat mendengar Gol A Gong menyampaikan cerita tersebut. Saya merasa tersentak, sungguh selama ini saya terlalu tergantung kepada teknologi. Saya bahkan merasa akan mengalami kesulitan yang signifikan ketika teknologi tidak bisa digunakan, misalnya saat handphone ketinggalan, atau saat handphone low-bat dan akhirnya mati, sementara baterai cadangan tidak terbawa, atau saat tidak ada jaringan internet.

Saya mulai merasa teknologi menggeser nilai-nilai sosial. Saya merasa sudah mulai meninggalkan interaksi sosial kepada orang-orang yang ada di sekitar saya. Saya lebih suka bertanya kepada benda kecil yang ada di genggaman saya, dan tidak peduli kepada orang-orang dan lingkungan di sekitar saya.

Saya berterima kasih kepada Gol A Gong yang telah menceritakan kisah inspiratif bahwa "Peta itu Ada di Mana-Mana". Sebagai wujud terima kasih, dalam kesempatan ini saya mempromosikan blog perjalanan Gol A Gong, www.mytravelwriter.com, yang berisi catatan perjalanan Gol A Gong bersama istrinya Tias Tatanka keliling dunia dan berbagi ilmu menulis kepada masyarakat di kota-kota yang dilaluinya.

2 Responses so far.

  1. Iman says:

    Dgn gadget berarti akang jadi TDA :-) Dari pengalaman travelling, peta itu sungguh membantu DAN dari pengalaman juga saya baru sadar bahwa banyak orang-orang mukim yg hidup di dalam tempurung. Mereka tak biasa dan tak mau tahu daerah di luar "jajahan" mereka artinya yg dilalui tiap hari utk kerja, sekolah, makan, ke rumah dll.

    Pas ditanya malah geleng-geleng.

    Jadi kombinasi dari keduanya tetap diperlukan: peta dan tanya ... petanya dong :-)

  2. Iya Uda Iman, maka tak heranlah pemimpin tak peka kepada rakyatnya, lha memang mayoritas rakyatnya juga tak peka terhadap lingkungan sekitarnya, hanya peka terhadap kepentingannya.

    Benar, dengan modal peta pun kadang masih perlu bertanya. Atau walau tak perlu pun, pura-pura bertanya aja..

    petanya + penanya = petananya = tanyapeta