Bayangkan jika skenario berikut terjadi pada diri Anda.
Anda beserta istri, anak, dan beberapa saudara Anda merencanakan berwisata ke Singapura selama satu hari satu malam. Anda beserta rombongan berencana tiba di Singapura Jumat malam, kemudian hari Sabtu jalan-jalan, dan Sabtu malam kembali pulang ke Indonesia.
Jumat malam Anda beserta rombongan tiba di Singapura. Sabtu pagi Anda beserta rombongan keluar dari tempat penginapan. Ketika berjalan di trotoar, tiba-tiba ada sebuah mobil nyasar dan menabrak istri Anda beserta satu orang anggota keluarga Anda. Anda bisa lihat mobil yang menabrak itu seperti pada gambar di atas. Istri Anda meninggal dunia 2 jam setelah kejadian. Sementara saudara Anda harus dirawat di ICU (Intensive Care Unit) sebuah rumah sakit di Singapura. Anda harus menghubungi cascet (jasa pengurusan jenazah) untuk proses pengurusan jenazah sampai bisa dibawa pulang ke Indonesia. Hari Ahad pagi Anda pulang beserta jenazah istri Anda, dan memakamkan istri Anda di Indonesia.
Kemudia Anda harus segera kembali ke Singapura karena masih ada saudara Anda yang dirawat di ICU. Setelah 7 hari dirawat di ICU, akhirnya saudara Anda meninggal dunia pada Jumat malam. Anda kembali harus menghubungi cascet untuk pengurusan jenazah selama di Singapura dan pengurusan proses pemulangan jenazah ke Indonesia. Hari Ahad, 9 (sembilan) hari setelah kedatangan Anda di Singapura, Anda pulang ke Indonesia beserta jenazah saudara Anda.
Itulah ujian yang dialami Bang Rizal beserta keluarga. Tadi malam saya dan beberapa teman IMAS (Indonesian Muslim Association in Singapore) dan PPS (Paguyuban Pasundan Singapura) memiliki kesempatan untuk mampir menemui Bang Rizal di tempat menginap beliau beserta keluarga selama di Singapura. Tujuannya ingin memberikan support secara moral, dan menyampaikan sedikit sumbangan dari teman-teman IMAS dan PPS. Sebelumnya, banyak juga orang-orang Indonesia yang berada di Singapura yang menemui Bang Rizal dan memberikan support kepada beliau dan keluarga.
Malam tadi saya belajar ketegaran dari Bang Rizal. Saya tidak bisa membayangkan jika saya berada pada posisi Bang Rizal dan mendapat ujian yang berat seperti itu. Bang Rizal bercerita panjang lebar tentang peristiwa tersebut, dimulai dari rencana wisata beliau beserta keluarga dan sanak saudara sebanyak 9 orang (7 orang dewasa dan 2 orang anak), saat kejadian tertabraknya istri dan saudara beliau, sampai pasca kejadian.
Bang Rizal mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua yang telah memberikan support kepada beliau. Beliau berharap hal seperti ini tidak terjadi kepada yang lainnya. Di antara yang diucapkannya ada kesedihan beliau akan mulai lunturnya rasa kemanusian di negara maju seperti Singapura ini. Ketika sistem hukum benar-benar diterapkan untuk tragedi seperti ini, ada semacam ketidakpedulian dari pihak yang menabrak korban, baik dari sopir yang mengendarai mobil, maupun dari perusahaan tempat sopir itu bekerja. Bahkan sebuah kalimat seperti "maaf, saya salah" tidak bisa keluar dari sang pengemudi mobil. Apalagi berbicara masalah bantuan biaya pengurusan jenazah dan biaya perawatan selama di ICU. Bang Rizal dan keluarga harus berjuang sendiri.
Total biaya ICU selama 7 hari membutuhkan biaya sekitar 75.000 Dollar Singapura. Ditambah biaya pengurusan jenazah, akomodasi, komunikasi, dan lain-lain hampir mencapai 80.000 Dollar Singapura. Kalau nilai tukar 1 Dollar Singapura sekitar 7.000 Rupiah, berarti total biaya yang harus ditanggung sekitar 560 juta Rupiah. Jumlah uang yang tidak sedikit, dan itu harus ditanggung Bang Rizal dan keluarga, sebelum mendapatkan keputusan pengadilan yang menentukan siapa yang salah dan harus bertanggug jawab.
Bang Rizal bercerita bahwa proses investigasi dan pengadilan untuk kasus seperti itu memakan waktu sekitar 9 bulan sampai 3 tahun. Jadi selama belum ada keputusan pengadilan, Bang Rizal dan keluarga harus menanggung semua biaya tersebut. Sungguh berat ujian yang dialami Bang Rizal. Selain kehilangan istri dan saudara, masih harus mengeluarkan biaya yang jumlahnya tidak sedikit.
Life must go on. Ujian apa pun yang menempa diri kita, hidup harus terus kita jalani dengan penuh percaya diri. Bahwa semakin berat ujian yang kita hadapi, berarti semakin kuat kemampuan kita menghadapinya. Saya belajar ketegaran yang luar biasa dari Bang Rizal. Salah satu cita-cita Bang Rizal ke depan adalah meneruskan cita-cita almarhumah istrinya, yaitu membuat sekolah alam di daerah Cimande, Bogor. Beliau menyebutnya Sekolah Kampung. Mudah-mudahan cita-cita tersebut dapat diwujudkan. Mudah-mudahan kedua almarhumah diampuni segala kekhilafannya, dan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Dan mudah-mudahan Bang Rizal beserta keluarga senantiasa sabar dan tabah menghadapi ujian berat ini. Dan mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa ini.
Posting Komentar